Rabu, 08 Januari 2014

Contoh Kasus Hak Pekerja, Iklan Tidak Etis, Etika Pasar Bebas, dan Whistle Blowing


Kasus Hak Pekerjaan
Upah Belum Dibayar, Puluhan Pekerja Demo di Kantor Walikota Jakut
TANJUNG PRIOK (Pos Kota) – Puluhan orang yang mengaku pekerja dari PT Putra Polbor Mandiri, rekanan dari Suku Dinas Perumahan dan Gedung Jakarta Utara, menggelar demo di kantor Walikota Jakarta Utara, Kamis (1/1). Aksi dengan cara duduk-duduk itu sempat mendapat simpati dari pegawai yang ada di lingkungan kantor Walikota Jakarta Utara, Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Para demontran yang mengaku mengerjakan jalan milik perusahaan tersebut yang merupakan rekanan Sudin Perumahan dan Gedung, sejak 10 November lalu, di Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Namun, meski sudah bekerja, hingga kini belum dibayar oleh pihak pemborong, sehingga mereka tidak bisa pulang ke kampung halamannyaSobri, pekerja, menyatakan, awalnya dirinya diberikan tugas untuk mengerjakan pengerjaan jalan. Dalam kesepakatan awal, mereka akan diberikan upah sebesar Rp100 ribu perhari, ditambah uang makan sebesar Rp100 ribu untuk tiga hari.
“Tapi sejak sepuluh hari yang lalu, kami tidak lagi mendapatkan upah dan uang makan tersebut padahal sudah bekerja. Dari informasi yang kami ketahui bos sedang berada di luar kota, dan di lokasi tersebut perusahaan telah merekrut pekerja lain untuk menyelesaikan pekerjaan itu,” kata pria asal Tegal, Jawa Tengah.Diungkapkan Sobri, selama di Jakarta, dirinya dan sesama pekerja numpang tidur di Balai Warga RW01 dan emperan SDN di Rawa Badak Selatan. Namun, karena kondisi hujan terus akhirnya mereka memutuskan untuk mencari kontrakan dengan cara patungan.Wakil Walikota Jakarta Utara Tri Kurniadi, mendesak pihak instansi terkait agar menyelesaikan persoalan ini. “Ini menyangkut tuntutan hak pekerja. Mereka sudah bekerja dan harus menerima upah. Untuk itu saya berharap kepada Sudin Perumahan Dan Gedung menyelesaikan kasus tersebut,” katanya.  (wandi/yo)
 Kasus iklan tidak etis:

Belajar Dari Kasus Iklan Klinik Tong Fang

Pada rapatnya di bulan November 2011, Badan Pengawas Periklanan (BPP) P3I telah menemukan satu kasus iklan Traditional Chinese Medication (TCM) yaitu iklan Cang Jiang Clinic. BPP P3I saat itu menilai bahwa iklan tersebut berpotensi melanggar Etika Pariwara Indonesia, khususnya terkait dengan:  Bab III.A. No.2.10.3. (tentang Klinik, Poliklinik dan Rumah Sakit) yang berbunyi: “Klinik, poliklinik, atau rumah sakit tidak boleh mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun” dan Bab III.A. No.1.17.2. (tentang Kesaksian Konsumen) yang berbunyi: “Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya”.Pada iklan Cang Jiang Clinic tersebut ditampilkan pemberian diskon (30%) bagi pembelian obat serta ditampilkan pula beberapa kesaksian konsumen mereka yang sangat tendensius melebih-lebihkan kemampuan klinik tersebut serta bersifat sangat provokatif yang cenderung menjatuhkan kredibilitas pengobatan konvensional.Untuk memastikan adanya pelanggaran tersebut, maka BPP P3I telah mengirimkan surat kepada Persatuan Rumah-Sakit Indonesia (PERSI) dan mendapatkan jawaban bahwa PERSI sependapat dengan BPP P3I sehingga pada bulan Maret 2012, BPP P3I telah mengirimkan surat himbauan kepada KPI untuk menghentikan penayangan iklan tersebut.Masalah Cang Jiang Clinic ini belum tuntas, ketika lalu muncul iklan Tong Fang Clinic yang jauh lebih gencar (dan ditayangkan di lebih banyak stasiun televisi dan dengan frekuensi yang jauh lebih sering).  Isi pesan iklannya sangat mirip dengan iklan Cang Jiang Clinic. BPP P3I kemudian melayangkan surat himbauan yang senada kepada KPI pada bulan Juli 2012.
            Sepanjang bulan Juli 2012, iklan Tong Fang Clinic ternyata sangat ramai menjadi pergunjingan masyarakat umum; baik melalui media-media sosial maupun pengiriman SMS dan Blackberry Messenger. Bahkan, kata kunci “Tong Fang” sempat menjadi topik yang paling sering disebut (‘trending topic’) di twitter, bukan saja di area Indonesia, tapi di seluruh dunia (lintas.me, 6 Agustus 2012).Dari sudut ilmu komunikasi, bisa saja orang lalu menilai bahwa klinik tersebut telah mendapatkan tingkat ‘awareness’ yang sangat tinggi. Hal tersebut memang tidaklah dapat dibantah. Jutaan kicaun masyarakat tersebar di berbagai jenis media terkait dengan iklan klinik tersebut. Tapi, mari kita coba lihat isi dari beberapa kicauan tersebut (dikutip dari beberapa posting di twitter). 
> Dulu muka saya ada jerawat satu, seteleh ke klinik Tong Fang muka saya jd bnyak jerawat.Trimakasih TongFang
> Dulu pacar saya di rebut orang, namun setelah saya ke klinik TongFang sekarang saya jd rebutan pacar orang, terima kasih TongFang
> Dulu saya Raja Dangdut, setelah ke Klinik Tong Fang kini saya jadi Raja Singa. Terima Kasih Tong Fang
> Dulu saya dipanggil anak SINGKONG. Setelah Konsul ke Klinik Tong Fang skrg saya dipanggil anak KINGKONG. TerimaKasih TongFang
> Dulu Kakak PEREMPUAN sy slalu telat ke KAMPUS, setelah 5 kali ke Klinik Tong Fang skarang Kakak sy TELAT 3 bulan, Trims Tong Fang
> Sudah 3thn sy menderita SAKIT kepala sebelah. Setelah sy berobat ke klinik Tong Fang, kini kepala saya TINGGAL sebelah.TerimaKasih TongFang
> Dulu saya bau KAKI, setelah 3X ke Klinik Tong Fang, sekarang klinik mereka BAU kaki saya. Mohon Maaf Tong Fang
MATA sya slalu MERAH krn sring naek mtor, smnjak ke klinik TongFang MOTOR sya HILANG jd mata sya sdh tdk merah lgi.Thx TongFang
> Dlu saya tdk tau tong fang,stelah bnyk BM tong fang, BB saya semakin menjadi sampah
Di twitter juga muncul banyak akun baru yang sekedar bertujuan untuk mengakomodasi lelucon tentang “Tong Fang”. Misalnya: akun @KlinikTongfang dengan 15.218 pengikut dan @KliinikTongFang dengan 61,091 pengikut (data pengikut/’follower’ terhitung tanggal 9 Agustus 2012) serta banyak akun lainnya. Padahal akun-akun itu usianya belum lebih dari 2 bulan.Apakah kicauan masyarakat tersebut sebenarnya hanya sekedar ‘iseng’ dan semacam jadi ‘lomba kreatifitas’ mereka saja? Saya sangat percaya bahwa bukan itu permasalahannya.Tidak perlu menjadi seorang pakar komunikasi untuk memahami bahwa dibalik lelucon-lelucon yang dikreasikan oleh berbagai kalangan masyarakat, ada satu pesan penting yang ingin disampaikan oleh masyarakat terhadap iklan Tong Fang Clinic: IKLAN ITU SENDIRI ADALAH SATU LELUCON BESAR!!
Suatu iklan (dari produk apapun juga), pastilah mengandung unsur JANJI dari si pengiklan kepada khalayak yang disasarnya. Sungguh sangat disayangkan bahwa ternyata janji yang ditawarkan oleh iklan Tong Fang Clinic dinilai tidak lebih dari sekedar lelucon! Dan, tidak perlu berpikir terlalu mendalam untuk memahami bahwa dibalik ‘lelucon’ yang ada dalam iklan tersebut, masyarakat menilai ada KEBOHONGAN BESAR.
Dalam konteks ini, tingkat ‘awareness’ yang tinggi dari iklan Tong Fang Clinic sebenarnya malah memberikan dampak yang sangat negatif terhadap citra dari klinik itu sendiri. Cukup mengherankan bahwa pihak klinik Tong Fang tidak segera melakukan koreksi, bahkan terkesan ‘santai-santai’ saja (baca Merdeka.com, 9 Agustus 2012 08:06:00: “Diolok-olok di Twitter, ini jawaban klinik Tong Fang”). Beberapa pemilik akun twitter bahkan sudah ada yang sampai tingkat ‘marah’ karena mereka sangat memahami bahwa olok-olokan tersebut sangat menjatuhkan citra klinik Tong Fang. Dan lebih parahnya, dapat dengan sangat mudah diprediksi, citra ini akan merembet kepada seluruh klinik tradisional Cina (TCM).Tekanan terhadap kasus di atas tidak saja datang dari masyarakat. Pemerintahpun akhirnya harus turun tangan.. Misalnya: Merdeka.com pada 9 Agustus 2012 06:47:00 mengangkat artikel “Dinas Kesehatan DKI larang iklan Klinik Tong Fang” dan Okezone.com pada 8 Agustus 2012 23:46 mengangkat artikel “DPR Soroti Praktik Klinik Tong Fang”.  Bila saat ini masyarakat (dan pemerintah) jadi tidak percaya kepada iklan klinik Tong Fang, siapakah yang akan dirugikan? Pertama-tama mungkin memang hanya akan berdampak pada klinik Tong Fang dan TCM lainnya. Tapi, dampak ini bila sampai tidak diatasi dengan segera, akan membuat industri klinik  tradisional Cina tidak dapat berkembang, akibatnya mereka tidak lagi bisa beriklan. Di titik ini, media massa akan merasakan dampaknya pula. 
Sangat disayangkan bahwa media-massa (khususnya televisi) mengabaikan himbauan dan teguran yang telah disampaikan oleh KPI untuk menghentikan iklan-iklan TCM yang provokatif tersebut sejak April 2012 (lihat www.kpi.go.id pada menu Imbauan, Peringatan dan Sanksi). Stasiun TV hanya berpikir jangka-pendek mengeruk dana iklan secepat-cepatnya padahal bila iklan tersebut justru akan ‘mematikan’ pengiklannya, maka stasiun TV akan kehilangan pendapatan di masa depannya.Secara tidak langsung, keprihatinan masyarakat atas kasus ini seharusnya menjadi keprihatinan untuk seluruh kalangan periklanan dan komunikasi pemasaran pada umumnya juga. Kasus ini menambah panjang daftar materi komunikasi (iklan) yang dinilai “bohong” oleh masyarakat umum. Citra materi komunikasi (iklan) tercemar dengan adanya kasus ini.Kitab Etika Pariwara Indonesia (dapat bebas diunduh di www.p3i-pusat.com/epi) dengan tegas telah mencantumkan 3 asas penting dalam membuat karya iklan; yaitu: 
Iklan dan pelaku periklanan harus :
  1. Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
  2. Bersaing secara sehat.
  3. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta  tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Tujuan dari penetapan asas tersebut adalah untuk melindungan industri periklanan agar tetap dapat dipercaya oleh konsumen/masyarakat. Iklan bukanlah ‘barang haram’. Iklan dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat bila ia disampaikan dengan isi dan cara yang etis.Banyak pihak menyatakan bahwa tidaklah mudah membangun citra yang positif dari suatu produk/merek. Butuh tahunan, bahkan puluhan tahun untuk membangun suatu merek agar dapat diterima dengan positif oleh konsumen. Dan sekali citra tersebut terkoyak, akan jauh lebih sukar lagi untuk mengangkatnya kembali. Bahkan, cukup satu kasus sederhana untuk ‘mematikan’ satu merek.Seluruh komponen yang terkait dengan materi promosi/periklanan sepantasnya mendukung sepenuhnya penegakkan etika periklanan di Indonesia demi menjaga agar industri ini tetap dipercaya oleh masyarakat. Tanggung-jawab penegakkan etika ini bukanlah sekedar berada di tangan produsen/pengiklan dan biro-iklan/promosi mereka saja. Rumah produksi iklan dan media-massa juga berkewajiban mendukungnya. Rumah produksi dan media-massa harus ikut bertanggung-jawab bila mereka membuat dan menayangkan suatu produk iklan/promosi yang tidak etis.Kasus ini seharusnya menjadi keprihatinan dari seluruh khalayak pemerhati komunikasi pemasaran.  Masyarakat kita yang sangat majemuk sudah semakin pandai menilai etis atau tidaknya suatu pesan pemasaran. Sudah bukan jamannya lagi mempromosikan segala sesuatu sebagai “kecap nomor 1”. Herannya, sampai dengan saat ini, masih ada iklan Tay Shan TCM!!
Kasus Etika pasar bebas:

KASUS PELANGGARAN ETIKA (KASUS INDOMIE DI TAIWAN)

Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar.
Dalam sistem perekonomian pasar bebas, perusahaan diarahkan untuk mencapai tujuan mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin, sejalan dengan prinsip efisiensi. Namun, dalam mencapai tujuan tersebut pelaku bisnis kerap menghalalkan berbagai cara tanpa peduli apakah tindakannya melanggar etika dalam berbisnis atau tidak.
KASUS ETIKA BISNIS INDOMIE DI TAIWAN
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
 SARAN
Bagi perusahaan Indomie sebaiknya memperbaiki etika dalam berbisnis, harus transparan mengenai kandungan-kandungan apa saja yang terkandung dalam produk mie yang mereka produksi agar tidak ada permasalah dan keresahan yang terjadi akibat informasi yang kurang bagi para konsumen tentang makanan yang akan mereka konsumsi.

Kasus Whistle blowing:
Kasus Susno Potret Buruk 'Whistler Blower'
BOGOR - Firman Wijaya, pengacara Komjen Pol (Purn) Susno Duadji mengunjungi mantan Kabareskrim itu di LP Pondok Rajeg, Kabupaten Bogor. Firman ingin melihat kondisi Susno di tempat itu. "Kedatangan kami untuk melihat dulu kondisi beliau, kami akan konfirmasi perihal penempatan Susno di sini," kata Firman. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang, BM Wibowo, gagal bertemu Susno.
Menurut Firman, tidak ada pemberitahuan perihal penyerahan diri Susno, dan penempatannya di LP Kelas IIA Cibinong, Pondok Rajeg. Dia menyebutkan, kasus yang menimpa Susno adalah potret buruk dari whistle blower atau peniup informasi. "Bagi kami whistle blower ini adalah program pemerintah. Tapi, di sisi lain pemerintah ikut, ini sebuah kondisi tragis," ujar Firman. Pada kesempatan itu, Firman menuturkan, situasi saat ini menjadi pertanyaan bagi pihaknya. Mestinya whistle blower ini yang memberikan informasi, konsepnya harus dilindungi. “Whistle blower harusnya milik negara, bukan dikejar-kejar oleh negara," ia menambahkan.
Menurut Firman, kondisi tersebut menjadi ironi bagi pihaknya yang khawatir nasib whistle blower. “Kami khawatir whistle blower menjadi potret bualan dan tidak ada lagi masyarakat seperti Susno yang mau mengambil keputusan ini,’’ katanya. Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Bulan Bintang (PBB) BM Wibowo gagal bertemu dengan Susno Duadji di LP Kelas II Cibinong (LP Pondok Rajeg), Jumat (3/5). Terpidana kasus korupsi itu sedang menjalani pemeriksaan kesehatan. "Saya sudah masuk ke dalam, tapi belum diperbolehkan bertemu beliau (Susno-red), alasannya karena masih ada pemeriksaan kesehatan," ujar BM Wibowo kepada wartawan saat keluar dari LP. Menurut Wibowo, ketika masuk ke dalam LP, ia hanya sempat melaksanakan salat Jumat berjemaah di masjid dalam LP. Usai salat pun, Wibowo tidak sempat melihat Susno di antara jemaah. "Saya ikut jumatan di dalam, tapi belum ketemu sama beliau," katanya.
Dia mengungkapkan, kedatangannya ke LP Kelas II A Cibinong guna memastikan keberadaan Susno. Tapi, ia tidak bisa bertemu, namun sudah mendapat keterangan dari pihak LP bahwa Susno benar ditahan di LP tersebut. "Saya hanya minta kepastian apa betul beliau ada di LP ini, dan petugas sudah menjawab benar ada. Saya rencana besok akan ke sini lagi, mungkin bareng sama Pak Yusril. Rencananya, beliau (Yusril-red) datang hari ini, tapi Pak Susno belum bisa ditemui. Jadi mungkin besok," Wibowo menjelaskan. Susno Duadji resmi menyerahkan diri, Kamis (2/5) malam, dan langsung ditempatkan di LP Kelas II Cibinong atau Pondok Rajeg di Blok B. Sejak Susno ditempatkan di LP Pondok Rajeg, pengamanan di sekitar LP diperketat. Sejumlah anggota Polres Bogor ditempatkan di LP tersebut.