Kasus Hak Pekerjaan
Upah Belum
Dibayar, Puluhan Pekerja Demo di Kantor Walikota Jakut
TANJUNG PRIOK (Pos Kota) –
Puluhan orang yang mengaku pekerja dari PT Putra Polbor Mandiri, rekanan dari
Suku Dinas Perumahan dan Gedung Jakarta Utara, menggelar demo di kantor
Walikota Jakarta Utara, Kamis (1/1). Aksi dengan cara duduk-duduk itu sempat
mendapat simpati dari pegawai yang ada di lingkungan kantor Walikota Jakarta
Utara, Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Para demontran yang mengaku
mengerjakan jalan milik perusahaan tersebut yang merupakan rekanan Sudin
Perumahan dan Gedung, sejak 10 November lalu, di Kelurahan Rawa Badak Selatan,
Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Namun, meski sudah bekerja, hingga kini belum
dibayar oleh pihak pemborong, sehingga mereka tidak bisa pulang ke kampung
halamannyaSobri, pekerja, menyatakan, awalnya dirinya diberikan tugas untuk
mengerjakan pengerjaan jalan. Dalam kesepakatan awal, mereka akan diberikan
upah sebesar Rp100 ribu perhari, ditambah uang makan sebesar Rp100 ribu untuk
tiga hari.
“Tapi sejak sepuluh hari yang
lalu, kami tidak lagi mendapatkan upah dan uang makan tersebut padahal sudah
bekerja. Dari informasi yang kami ketahui bos sedang berada di luar kota, dan
di lokasi tersebut perusahaan telah merekrut pekerja lain untuk menyelesaikan
pekerjaan itu,” kata pria asal Tegal, Jawa Tengah.Diungkapkan Sobri, selama di
Jakarta, dirinya dan sesama pekerja numpang tidur di Balai Warga RW01 dan
emperan SDN di Rawa Badak Selatan. Namun, karena kondisi hujan terus akhirnya
mereka memutuskan untuk mencari kontrakan dengan cara patungan.Wakil Walikota
Jakarta Utara Tri Kurniadi, mendesak pihak instansi terkait agar menyelesaikan
persoalan ini. “Ini menyangkut tuntutan hak pekerja. Mereka sudah bekerja dan
harus menerima upah. Untuk itu saya berharap kepada Sudin Perumahan Dan Gedung
menyelesaikan kasus tersebut,” katanya. (wandi/yo)
Kasus
iklan tidak etis:
Belajar Dari Kasus Iklan Klinik Tong Fang
Pada rapatnya di bulan November
2011, Badan Pengawas Periklanan (BPP) P3I telah menemukan satu kasus iklan
Traditional Chinese Medication (TCM) yaitu iklan Cang Jiang Clinic. BPP P3I
saat itu menilai bahwa iklan tersebut berpotensi melanggar Etika Pariwara
Indonesia, khususnya terkait dengan: Bab III.A. No.2.10.3. (tentang
Klinik, Poliklinik dan Rumah Sakit) yang berbunyi: “Klinik, poliklinik, atau
rumah sakit tidak boleh mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun”
dan Bab III.A. No.1.17.2. (tentang Kesaksian Konsumen) yang berbunyi:
“Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud
untuk melebih-lebihkannya”.Pada iklan Cang Jiang Clinic tersebut ditampilkan
pemberian diskon (30%) bagi pembelian obat serta ditampilkan pula beberapa
kesaksian konsumen mereka yang sangat tendensius melebih-lebihkan kemampuan
klinik tersebut serta bersifat sangat provokatif yang cenderung menjatuhkan
kredibilitas pengobatan konvensional.Untuk memastikan adanya pelanggaran
tersebut, maka BPP P3I telah mengirimkan surat kepada Persatuan Rumah-Sakit
Indonesia (PERSI) dan mendapatkan jawaban bahwa PERSI sependapat dengan BPP P3I
sehingga pada bulan Maret 2012, BPP P3I telah mengirimkan surat himbauan kepada
KPI untuk menghentikan penayangan iklan tersebut.Masalah Cang Jiang Clinic ini
belum tuntas, ketika lalu muncul iklan Tong Fang Clinic yang jauh lebih gencar
(dan ditayangkan di lebih banyak stasiun televisi dan dengan frekuensi yang
jauh lebih sering). Isi pesan iklannya sangat mirip dengan iklan Cang
Jiang Clinic. BPP P3I kemudian melayangkan surat himbauan yang senada kepada
KPI pada bulan Juli 2012.
Sepanjang
bulan Juli 2012, iklan Tong Fang Clinic ternyata sangat ramai menjadi
pergunjingan masyarakat umum; baik melalui media-media sosial maupun pengiriman
SMS dan Blackberry Messenger. Bahkan, kata kunci “Tong Fang” sempat menjadi
topik yang paling sering disebut (‘trending topic’) di twitter, bukan saja di
area Indonesia, tapi di seluruh dunia (lintas.me, 6 Agustus 2012).Dari sudut
ilmu komunikasi, bisa saja orang lalu menilai bahwa klinik tersebut telah
mendapatkan tingkat ‘awareness’ yang sangat tinggi. Hal tersebut memang
tidaklah dapat dibantah. Jutaan kicaun masyarakat tersebar di berbagai jenis
media terkait dengan iklan klinik tersebut. Tapi, mari kita coba lihat isi dari
beberapa kicauan tersebut (dikutip dari beberapa posting di twitter).
> Dulu muka saya ada jerawat satu, seteleh
ke klinik Tong Fang muka
saya jd bnyak jerawat.Trimakasih TongFang
> Dulu pacar saya di rebut orang, namun
setelah saya ke klinik TongFang sekarang saya jd rebutan pacar orang, terima
kasih TongFang
> Dulu saya Raja Dangdut, setelah ke
Klinik Tong Fang kini
saya jadi Raja Singa. Terima Kasih Tong Fang
> Dulu saya dipanggil anak SINGKONG.
Setelah Konsul ke Klinik Tong Fang skrg saya dipanggil anak KINGKONG.
TerimaKasih TongFang
> Dulu Kakak PEREMPUAN sy slalu telat ke
KAMPUS, setelah 5 kali ke Klinik Tong Fang skarang Kakak sy TELAT 3 bulan,
Trims Tong Fang
> Sudah 3thn sy menderita SAKIT kepala
sebelah. Setelah sy berobat ke klinik Tong Fang, kini kepala saya TINGGAL
sebelah.TerimaKasih TongFang
> Dulu saya bau KAKI, setelah 3X ke Klinik
Tong Fang, sekarang klinik mereka BAU kaki saya. Mohon Maaf Tong Fang
MATA sya slalu MERAH krn sring naek mtor,
smnjak ke klinik TongFang MOTOR sya HILANG jd mata sya sdh tdk merah lgi.Thx
TongFang
> Dlu saya tdk tau tong fang,stelah
bnyk BM tong fang,
BB saya semakin menjadi sampah
Di twitter juga muncul banyak
akun baru yang sekedar bertujuan untuk mengakomodasi lelucon tentang “Tong
Fang”. Misalnya: akun @KlinikTongfang dengan 15.218 pengikut dan
@KliinikTongFang dengan 61,091 pengikut (data pengikut/’follower’ terhitung
tanggal 9 Agustus 2012) serta banyak akun lainnya. Padahal akun-akun itu
usianya belum lebih dari 2 bulan.Apakah kicauan masyarakat tersebut sebenarnya
hanya sekedar ‘iseng’ dan semacam jadi ‘lomba kreatifitas’ mereka saja? Saya
sangat percaya bahwa bukan itu permasalahannya.Tidak perlu menjadi seorang
pakar komunikasi untuk memahami bahwa dibalik lelucon-lelucon yang dikreasikan
oleh berbagai kalangan masyarakat, ada satu pesan penting yang ingin
disampaikan oleh masyarakat terhadap iklan Tong Fang Clinic: IKLAN ITU SENDIRI
ADALAH SATU LELUCON BESAR!!
Suatu iklan (dari produk apapun juga), pastilah
mengandung unsur JANJI dari si pengiklan kepada khalayak yang disasarnya. Sungguh
sangat disayangkan bahwa ternyata janji yang ditawarkan oleh iklan Tong Fang
Clinic dinilai tidak lebih dari sekedar lelucon! Dan, tidak perlu berpikir
terlalu mendalam untuk memahami bahwa dibalik ‘lelucon’ yang ada dalam iklan
tersebut, masyarakat menilai ada KEBOHONGAN BESAR.
Dalam konteks ini, tingkat
‘awareness’ yang tinggi dari iklan Tong Fang Clinic sebenarnya malah memberikan
dampak yang sangat negatif terhadap citra dari klinik itu sendiri. Cukup
mengherankan bahwa pihak klinik Tong Fang tidak segera melakukan koreksi,
bahkan terkesan ‘santai-santai’ saja (baca Merdeka.com, 9 Agustus 2012
08:06:00: “Diolok-olok di Twitter, ini jawaban klinik Tong Fang”). Beberapa
pemilik akun twitter bahkan sudah ada yang sampai tingkat ‘marah’ karena mereka
sangat memahami bahwa olok-olokan tersebut sangat menjatuhkan citra klinik Tong
Fang. Dan lebih parahnya, dapat dengan sangat mudah diprediksi, citra ini akan
merembet kepada seluruh klinik tradisional Cina (TCM).Tekanan terhadap kasus di
atas tidak saja datang dari masyarakat. Pemerintahpun akhirnya harus turun
tangan.. Misalnya: Merdeka.com pada 9 Agustus 2012 06:47:00 mengangkat artikel
“Dinas Kesehatan DKI larang iklan Klinik Tong Fang” dan Okezone.com pada 8
Agustus 2012 23:46 mengangkat artikel “DPR Soroti Praktik Klinik Tong Fang”.
Bila saat ini masyarakat (dan pemerintah) jadi tidak percaya kepada iklan
klinik Tong Fang, siapakah yang akan dirugikan? Pertama-tama mungkin memang
hanya akan berdampak pada klinik Tong Fang dan TCM lainnya. Tapi, dampak ini
bila sampai tidak diatasi dengan segera, akan membuat industri klinik
tradisional Cina tidak dapat berkembang, akibatnya mereka tidak lagi bisa
beriklan. Di titik ini, media massa akan merasakan dampaknya pula.
Sangat disayangkan bahwa media-massa
(khususnya televisi) mengabaikan himbauan dan teguran yang telah disampaikan
oleh KPI untuk menghentikan iklan-iklan TCM yang provokatif tersebut sejak
April 2012 (lihat www.kpi.go.id pada menu Imbauan, Peringatan dan Sanksi).
Stasiun TV hanya berpikir jangka-pendek mengeruk dana iklan secepat-cepatnya
padahal bila iklan tersebut justru akan ‘mematikan’ pengiklannya, maka stasiun
TV akan kehilangan pendapatan di masa depannya.Secara tidak langsung,
keprihatinan masyarakat atas kasus ini seharusnya menjadi keprihatinan untuk
seluruh kalangan periklanan dan komunikasi pemasaran pada umumnya juga. Kasus
ini menambah panjang daftar materi komunikasi (iklan) yang dinilai “bohong”
oleh masyarakat umum. Citra materi komunikasi (iklan) tercemar dengan adanya
kasus ini.Kitab Etika Pariwara Indonesia (dapat bebas diunduh di www.p3i-pusat.com/epi) dengan tegas telah mencantumkan 3
asas penting dalam membuat karya iklan; yaitu:
Iklan dan pelaku periklanan harus :
- Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
- Bersaing secara sehat.
- Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Tujuan dari penetapan asas
tersebut adalah untuk melindungan industri periklanan agar tetap dapat
dipercaya oleh konsumen/masyarakat. Iklan bukanlah ‘barang haram’. Iklan dapat
memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat bila ia disampaikan dengan isi dan
cara yang etis.Banyak pihak menyatakan bahwa tidaklah mudah membangun citra
yang positif dari suatu produk/merek. Butuh tahunan, bahkan puluhan tahun untuk
membangun suatu merek agar dapat diterima dengan positif oleh konsumen. Dan
sekali citra tersebut terkoyak, akan jauh lebih sukar lagi untuk mengangkatnya
kembali. Bahkan, cukup satu kasus sederhana untuk ‘mematikan’ satu merek.Seluruh
komponen yang terkait dengan materi promosi/periklanan sepantasnya mendukung
sepenuhnya penegakkan etika periklanan di Indonesia demi menjaga agar industri
ini tetap dipercaya oleh masyarakat. Tanggung-jawab penegakkan etika ini
bukanlah sekedar berada di tangan produsen/pengiklan dan biro-iklan/promosi
mereka saja. Rumah produksi iklan dan media-massa juga berkewajiban
mendukungnya. Rumah produksi dan media-massa harus ikut bertanggung-jawab bila
mereka membuat dan menayangkan suatu produk iklan/promosi yang tidak etis.Kasus
ini seharusnya menjadi keprihatinan dari seluruh khalayak pemerhati komunikasi
pemasaran. Masyarakat kita yang sangat majemuk sudah semakin pandai
menilai etis atau tidaknya suatu pesan pemasaran. Sudah bukan jamannya lagi
mempromosikan segala sesuatu sebagai “kecap nomor 1”. Herannya, sampai dengan
saat ini, masih ada iklan Tay Shan TCM!!
Kasus Etika pasar bebas:
KASUS PELANGGARAN ETIKA (KASUS INDOMIE DI TAIWAN)
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya
pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas.
Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk
melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini
pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme
pasar.
Dalam sistem perekonomian pasar bebas, perusahaan diarahkan untuk mencapai
tujuan mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin, sejalan dengan prinsip
efisiensi. Namun, dalam mencapai tujuan tersebut pelaku bisnis kerap
menghalalkan berbagai cara tanpa peduli apakah tindakannya melanggar etika
dalam berbisnis atau tidak.KASUS ETIKA BISNIS INDOMIE DI TAIWAN
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya
pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas.
Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk
melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini
pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme
pasar. Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam
memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar
peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan
produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah
serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar
di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia
dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya
hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak
Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari
peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu
tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR
dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan
mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu,
secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka
Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR
akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak
negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung
di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik
menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang
membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya
dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri
pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga
membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini.
Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga
berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia
yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi,
lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman
untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg
nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan
berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko
terkena penyakit kanker.Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota
Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan
Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan
Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan
seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua
negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
SARAN
Bagi perusahaan Indomie sebaiknya memperbaiki etika
dalam berbisnis, harus transparan mengenai kandungan-kandungan apa saja yang
terkandung dalam produk mie yang mereka produksi agar tidak ada permasalah dan
keresahan yang terjadi akibat informasi yang kurang bagi para konsumen tentang
makanan yang akan mereka konsumsi.
Kasus Whistle blowing:
Kasus Susno Potret Buruk 'Whistler Blower'
BOGOR -
Firman Wijaya, pengacara Komjen Pol (Purn) Susno Duadji mengunjungi mantan
Kabareskrim itu di LP Pondok Rajeg, Kabupaten Bogor. Firman ingin melihat
kondisi Susno di tempat itu. "Kedatangan kami untuk melihat dulu kondisi
beliau, kami akan konfirmasi perihal penempatan Susno di sini," kata
Firman. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang, BM Wibowo,
gagal bertemu Susno.
Menurut
Firman, tidak ada pemberitahuan perihal penyerahan diri Susno, dan
penempatannya di LP Kelas IIA Cibinong, Pondok Rajeg. Dia menyebutkan, kasus
yang menimpa Susno adalah potret buruk dari whistle blower atau peniup
informasi. "Bagi kami whistle blower ini adalah program pemerintah. Tapi,
di sisi lain pemerintah ikut, ini sebuah kondisi tragis," ujar Firman. Pada
kesempatan itu, Firman menuturkan, situasi saat ini menjadi pertanyaan bagi
pihaknya. Mestinya whistle blower ini yang memberikan informasi, konsepnya
harus dilindungi. “Whistle blower harusnya milik negara, bukan dikejar-kejar
oleh negara," ia menambahkan.
Menurut
Firman, kondisi tersebut menjadi ironi bagi pihaknya yang khawatir nasib
whistle blower. “Kami khawatir whistle blower menjadi potret bualan dan tidak
ada lagi masyarakat seperti Susno yang mau mengambil keputusan ini,’’ katanya. Sementara
itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Bulan Bintang (PBB) BM Wibowo gagal
bertemu dengan Susno Duadji di LP Kelas II Cibinong (LP Pondok Rajeg), Jumat
(3/5). Terpidana kasus korupsi itu sedang menjalani pemeriksaan kesehatan. "Saya
sudah masuk ke dalam, tapi belum diperbolehkan bertemu beliau (Susno-red),
alasannya karena masih ada pemeriksaan kesehatan," ujar BM Wibowo kepada
wartawan saat keluar dari LP. Menurut Wibowo, ketika masuk ke dalam LP, ia
hanya sempat melaksanakan salat Jumat berjemaah di masjid dalam LP. Usai salat
pun, Wibowo tidak sempat melihat Susno di antara jemaah. "Saya ikut
jumatan di dalam, tapi belum ketemu sama beliau," katanya.
Dia
mengungkapkan, kedatangannya ke LP Kelas II A Cibinong guna memastikan
keberadaan Susno. Tapi, ia tidak bisa bertemu, namun sudah mendapat keterangan
dari pihak LP bahwa Susno benar ditahan di LP tersebut. "Saya hanya minta
kepastian apa betul beliau ada di LP ini, dan petugas sudah menjawab benar ada.
Saya rencana besok akan ke sini lagi, mungkin bareng sama Pak Yusril.
Rencananya, beliau (Yusril-red) datang hari ini, tapi Pak Susno belum bisa
ditemui. Jadi mungkin besok," Wibowo menjelaskan. Susno Duadji resmi
menyerahkan diri, Kamis (2/5) malam, dan langsung ditempatkan di LP Kelas II
Cibinong atau Pondok Rajeg di Blok B. Sejak Susno ditempatkan di LP Pondok
Rajeg, pengamanan di sekitar LP diperketat. Sejumlah anggota Polres Bogor
ditempatkan di LP tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar